Jumat, 08 November 2013

FERMENTASI UJI VIABILITAS SEL KHAMIR DAN AKTIVITAS RAGI

LAPORAN TETAP
PRAKTIKUM FERMENTASI
UJI VIABILITAS SEL KHAMIR DAN AKTIVITAS RAGI
UNSRI-1















Oleh :
IMFRANTONI PURBA
05111003014









TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2012
A. PENDAHULUAN
              Khamir adalah mikroorganisme eukariot yang diklasifikasikan dalam kingdom Fungi, dengan 1.500 species yang telah dapat dideskripsikan, (diperkirakan 1% dari seluruh spesies fungi). Khamir merupakan mikroorganisme uniseluler, meskipun beberapa spesies dapat menjadi multiseluler melalui pembentukan benang dari sel-sel budding tersambung yang dikenal sebagai hifa semu(pseudohyphae), seperti yang terlihat pada sebagian besar kapang. Ukuran kapang bervariasi tergantung spesies, umumnya memiliki diameter 3–4 µm,namun beberapa jenis khamir dapat mencapai ukuran lebih 40 µm. Sebagian besar khamir bereproduksi secara aseksual dengan mitosis, dan dengan pembelahan sel asimetris yang disebut budding (Dwidjoseputro, 2009).
              Khamir merupakan chemoorganotroph karena menggunakan senyawa organik sebagai sumber energi dan tidak membutuhkan cahaya matahari untuk pertumbuhannya. Sebagian besar karbon didapat dari gula heksosa seperti glukosa dan fruktosa, atau disakarida seperti sukrosa dan maltosa. Beberapa spesies dapat memetabolisme gula pentosa seperti ribosa, alkohol, dan asam organik. Spesies khamir ada yang membutuhkan oksigen untuk respirasi seluler aerobik (aerob obligat) atau anaerobik, namun juga dapat menghasilkan energi secara aerobik (anaerob fakultatif). Tidak seperti bakteri, belum ada spesies khamir yang hanya dapat tumbuh secara anaerob (anaerob obligat). Khamir tumbuh dengan baik pada lingkungan pH netral atau sedikit asam. Suhu optimal pertumbuhan khamir bervariasi antar spesies (Skou, 2007).
            Khamir termasuk fungi, tetapi dibedakan dari kapang karena bentuknya yang terutama uniseluler. Reproduksi vegetatif pada khamir terutama dengan cara pertunasan/budding. Sebagai sel tunggal, khamir tumbuh dan berkembang biak lebih cepat dibandingkan dengan kapang yang tumbuh dengan pembentukan filamen. Khamir juga lebih efektif dalam memecah komponen kimia dibandingkan dengan kapang karena mempunyai perbandingan luas permukaan dengan volume yang lebih besar. Khamir juga berbeda dari ganggang karena tidak dapat melakukan proses fotosintesis, dan berbeda dari protozoa karena mempunyai dinding sel yang kuat. Khamir mudah dibedakan dari bakteri karena ukurannya yang lebih besar dan morfologinya yang berbeda dengan bakteri (Hasanah, 2009)
            Khamir adalah fungi uniseluler yang bersifat mikroskopik. Sel khamir mempunyai ukuran yang bervariasi, yaitu dengan panjang 1-5 mikrometer sampai 20 mikrometer, dan lebar 1-10 mikrometer. Bentuk sel khamir bermacam-macam yaitu bulat, oval, silinder atau batang, segitiga melengkung, berbentuk botol, bentuk apikulat atau lemon, membentuk pseudomiselium dan sebagainya. Khamir tumbuh paling baik pada kondisi dengan persediaan air cukup, karena khamir dapat tumbuh pada medium dengan konsentrasi solut (gula atau garam) lebih tinggi daripada bakteri, dapat disimpulkan bahwa khamir membutuhkan air untuk pertumbuhan lebih kecil dibandingkan kebanyakan bakteri (Fardiaz, 2008).
            Keasaman dan suhu yang layak adalah penting bagi pertumbuhan dan aktivitas khamir. Adapun pH yang disukai antara 4-4,5. Pada keadaan alkalis tidak dapat tumbuh dengan baik, sedangkan keadaan yang aerobik sangat disukai (Winarno, 2007).
            Kisaran suhu untuk pertumbuhan kebanyakan khamir pada umumnya hampir sama dengan kapang yaitu dengan suhu optimum 25-30ºC dan suhu maksimum 35-47ºC. Beberapa khamir dapat tumbuh pada suhu 0ºC atau kurang. Pertumbuhannya yang lambat dan kesanggupannya untuk bersaing kurang, khamir sering tumbuh pada lingkungan yang kurang baik untuk pertumbuhan bakteri, lingkungan tersebut antara lain pH rendah, kelembaban rendah, kadar gula dan garam yang tinggi, suhu penyimpanan rendah, radiasi pada makanan dan adanya antibiotika. Secara umum gula merupakan sumber energi yang paling baik, hanya untuk jenis khamir oksidatif dapat menggunakan asam-asam organik dan alkohol. Khamir mampu menggunakan berbagai macam sumber nitrogen. Sebagai sumber nitrogen untuk sintesis protein, kebanyakan khamir dapat menggunakan ion nitrat dan nitrit (Buckle, 2007).
            Khamir yang digunakan dalam pembuatan roti dan bir merupakan spesies Saccharomyces yang bersifat fermentatif kuat. Tetapi dengan adanya oksigen, S. cerevisiae juga dapat melakukan respirasi yaitu mengoksidasi gula menjadi karbondioksida dan air. Oleh karena itu, tergantung dari kondisi pertumbuhan, S. cerevisiae dapat mengubah sistem metabolismenya dari jalur fermentatif menjadi oksidatif (respirasi). Kedua sistem tersebut menghasilkan energi, meskipun energi yang dihasilkan melalui respirasi lebih tinggi dibandingkan dengan melalui fermentasi (Desroiser, 2008).
            Ragi roti merupakan khamir bersel  tunggal Saccharomyces cerevisiae dimana terdapat sejumlah enzim di dalam  cairan sel ragi salah satunya adalah enzim invertase dan enzim zimase. Enzim  invertase yang berfungsi sebagai pemecah sukrosa menjadi monosakarida  (glukosa dan fruktosa) serta enzim zimase yang mengubah monosakarida  tersebut menjadi alkohol pada proses fermentasi (Pelczar, 2007).


B. Tujuan
            Untuk mengetahui viabilitas sel khamir dan aktivitas ragi.



















C. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Hasil dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
Kelompok
Uji Viabilitas
Uji
Waktu
Aktivitas
  Volume adonan
Ganjil
Biru (-)
Bening (+)
0 menit
10 menit
20 menit
30 menit
40 menit
67 mL
71 mL
76 mL
82 mL
84 mL
Genap
Biru (+)
Bening (+)
0 menit
10 menit
20 menit
30 menit
40 menit
66 mL
67 mL
67 mL
69 mL
74 mL































B. Pembahasan
            Ragi yang digunakan pada praktikum ini yaitu jenis vita dan fermipan. Mikroba utama dalam ragi roti ini adalah jenis khamir Saccharomyces cerevisiae. Sel khamir ini memiliki sifat-sifat fisiologi yang stabil, sangat aktif dalam memecah gula, terdispersi dalam air, mempunyai daya tahan simpan yang lama, dan tumbuh dengan sangat cepat. Berdasarkan hasil pengamatan terdapat koloni khamir yang tumbuh pada media. Kemudian setelah dilakukan pewarnaan dengan methilen blue, dan di amati dengan mikroskop terlihat mikroorganisme yang tumbuh berbentuk kokus dan berwarna biru dan bening. Dari data tersebut, dapat diduga bahwa mikroorganisme tersebut adalah khamir S.cerevisiae. Khamir yang berwarna bening tersebut menandakan bahwa masih hidup karena sel yang masih hidup tidak menyerap methilen blue. Khamir yang berwarna biru tersebut menandakan bahwa telah mati karena sel yang telah mati dapat menyerap methilen blue.
            Jika viabilitas sel rusak, membran luar sel tidak dapat menahan cairan yang keluar masuk sel. Ini dapat menyebabkan warna biru dari Methylen Blue masuk ke dalam sel, dan sel terlihat berwarna biru. Sedangkan sel yang masih hidup terlihat tidak berwarna di bawah mikroskop. Sel yang masih hidup masih memiliki viabilitas sel yang baik, sehingga membran luar selnya dapat mengatur apapun yang keluar masuk sel. Sel khamir yang masih hidup ini dapat menahan Methylen Blue, sehingga menjadi tidak berwarna. Khamir dapat dibedakan atas dua kelompok berdasarkan sifat metabolismenya, yaitu yang bersifat fermentatif dan oksidatif. Khamir fermentatif dapat melakukan fermentasi alkohol, yaitu memecah glukosa melalui jalur glikolisis.
            Pengamatan pada uji aktivitas ragi, gelas  ukur yang digunakan ditutup dengan tujuan agar sel khamir dapat tumbuh dan berkembang, karena sel khamir hanya dapat tumbuh pada lingkungan yang anaerobik, jika tidak kita tutup maka tidak akan mengembang karena udara dapat masuk dan menghambat kerja dan pertumbuhan sel khamir yang ada pada adonan roti. Selama pengadukan adonan dan fermentasi, ragi roti menghasilan sedikit etanol dan gas CO2. Etanol yang dihasilkan akan menguap selama pemanggangan, sedangkan gas CO2 ditahan oleh gluten terigu sehingga roti mengembang. Semakin kuat gluten menahan terbentuknya gas CO2, semakin mengembang volume adonan roti. Ragi roti di dalam adonan akan bekerja secara optimal bila suhunya di bawah 30°C. Bila suhu adonan melebihi 30°C, maka aktivitas ragi akan berkurang sehingga fermentasi roti akan semakin lama. Peningkatan volume adonan diamati setiap 10 menit selama 40 menit. Pengembangan volume yang meningkat dapat terjadi karena suhu adonan masih optimal bagi sel khamir dan karena nutrisi yang dibutuhkan sel khamir masih banyak tersedia dalam tepung adonan, sehingga pertumbuhan khamir meningkat (Maharani, 2009).
            Berdasarkan hasil pengamatan pada uji aktivitas ragi, tejadi pertambahan volume pada adonan setiap 10 menit, ketinggiannya juga beratambah. Jadi memang benar bahwa ragi dalam adonan berfungsi sebagai:
1.             Leavening agent (pengembang adonan), ragi mengkonsumsi gula dan mengubahnya menjadi gas karbondioksida, sehingga adonan mengembang.
2.             Memproses gluten (protein pada tepung), sehingga dapat membentuk jaringan yang dapat menahan gas karbondioksida keluar.
3.             Menghasilkan flavour (aroma dan rasa) pada adonan, karena selama fermentasi, ragi juga menghasilkan sejenis etanol yang dapat memberikan aroma khusus.
             




















D. KESIMPULAN
1.      Khamir merupakan chemoorganotroph karena menggunakan senyawa organik sebagai sumber energi dan tidak membutuhkan cahaya matahari untuk pertumbuhannya.
2.      Enzim  invertase pada khamir berfungsi sebagai pemecah sukrosa menjadi monosakarida  (glukosa dan fruktosa) serta enzim zimase yang mengubah monosakarida  tersebut menjadi alkohol pada proses fermentasi.
3.      Khamir yang berwarna bening menandakan bahwa sel khamir masih hidup karena sel yang masih hidup tidak menyerap methilen blue. khamir yang berwarna biru tersebut menandakan bahwa selnya telah mati karena sel yang telah mati dapat menyerap methilen blue.
4.      Pengembangan volume yang meningkat dapat terjadi karena suhu adonan masih optimal bagi sel khamir dan nutrisi yang dibutuhkan sel khamir masih banyak tersedia dalam tepung adonan, sehingga pertumbuhan khamir meningkat.
5.      Ragi dalam adonan berfungsu sebagai Leavening agent (pengembang adonan), Memproses gluten (protein pada tepung) dan Menghasilkan flavour (aroma dan rasa) pada adonan.

















DAFTAR PUSTAKA
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wooton.2007. Ilmu Pangan. Penerjemah Hari Purnomo dan Adiono. Penerbit Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Desrosier, N.W. 2008. Teknologi Pengawetan Pangan. Panerjemah Muchji Mulyohardjo. Penerbit Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Dwidjoseputro, 2009. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta:Djambatan.  
Fardiaz, S.  2008. Mikrobiologi Pangan 1. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta 
Hasanah. 2009. Morfolgi Kapang dan Khamir. Online (http://hasanah619.wordpress.com/2009/10/27/morfologi-kapang-dan-khamir/, diakses tanggal 21 Desember 2009).
Maharani, Rezza Dwi. 2009. Zat Pengembang Adonan. Online (http://cha004.wordpress.com/2009/11/17/zat-pengembang-adonan/, diakses tanggal 21 Desember 2009).
Paul, Singleton. 2008. Dictionary of Microbiology And Molecular Biology Third Edition. England : John wiley & Sons Inc.
Pelczar M.J. dan Chan. 2007.  Dasar-dasar Mikrobiologi Jilid 1. Jakarta : UI Press.
Skou Torben dan Sogaard Jensen Gunnar. 2007. Microbiologi. Englang : Forfattern Og Systime.

Winarno. 2007. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: UI-Press.

FERMENTASI UJI AKTIVITAS ANTI MIKROBA


LAPORAN TETAP
PRAKTIKUM FERMENTASI
UJI AKTIVITAS ANTIMIKROBA


UNSRI-1













Oleh :
IMFRANTONI PURBA
05111003014








TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2013
A. PENDAHULUAN
Mikroba yaitu jasad renik yang mempunyai kemampuan sangat baik untuk bertahan hidup. Jasad tersebut dapat hidup hampir di semua tempat di permukaan bumi. Mikroba mampu beradaptasi dengan lingkungan yang sangat dingin hingga lingkungan yang relative panas, dari ligkungan yang asam hingga basa. Berdasarkan peranannya, mikroba dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu mikroba menguntungkan dan mikroba merugikan (Afriyanto, 2008).
 Selain berinteraksi intraspesies, mikroba juga berinteraksi secara interspesies dengan manusia, tumbuhan, dan hewan. Dalam interaksinya dengan manusia, mikroba tersebut ada yang bersifat menguntungkan dan merugikan. Contohnya bakteri patogen Escherichia coli dan kelompok bakteri Coliform dapat menyebabkan diare, kolera, dan penyakit saluran pencernaan lainnya. Kapang dan khamir menyebabkan penyakit karena menghasilkan racun (mikotoksin) dan menginfeksi permukaan tubuh seperti kulit, kuku, dan rambut (mikosis superfisial), serta menyerang jaringan dalam tubuh melalui peredaran darah (mikosis sistemik) (Yuharmen, 2007).
 Salah satu upaya untuk melawan mikroba tersebut adalah dengan menggunakan mikroba lain yang mempunyai sifat antagonis (antimikroba) sebagai pengganggu atau penghambat metabolisme mikroba lainnya. Mikroba antagonis yang memiliki kemampuan antimikroba tersebut dapat menghasilkan senyawa antimikroba. Senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh mikroba pada umumnya merupakan metabolit sekunder yang tidak digunakan untuk proses pertumbuhan, tetapi untuk pertahanan diri dan kompetisi dengan mikroba lain dalam mendapatkan nutrisi, habitat, oksigen, cahaya dan lain-lain. Senyawa antimikroba tersebut dapat digolongkan sebagai antibakteri atau antifungi (Pelczar dan Chan, 2007). Beberapa senyawa antimikroba adalah fenol, formaldehida, antibiotik, asam, dan toksin (Dwidjoseputro, 2009).
              Antibakteri atau antimikroba adalah bahan yang dapat membunuh atau menghambat aktivitas mikroorganisme dengan bermacam-macam cara. Senyawa antimikroba terdiri atas beberapa kelompok berdasarkan mekanisme daya kerjanya atau tujuan penggunaannya. Bahan antimikroba dapat secara fisik atau kimia dan berdasarkan peruntukannya dapat berupa desinfektan, antiseptic, sterilizer, sanitizer dan sebagainya (Lutfi, 2007).
Mekanisme daya kerja antimikroba terhadap sel dapat dibedakan atas beberapa kelompok sebagai berikut diantaranya merusak dinding sel, mengganggu permeabiitas sel, merusak molekul protein dan asam nukleat, menghambat aktivitas enzim, menghambat sintesa asam nukleat. Aktivitas antimikroba yang dapat diamati secara langsung adalah perkembangbiakannya. Oleh karena itu antimikroba dibagi menjadi dua macam yaitu antibiotic dan disinfektan. Antibiotik adalah senyawa yang dihasilkan oleh microorganisme tertentu yang mempunyai kemapuan menghambat pertumbuhan bakteri atau bahkan membunuh bakteri walaupun dalam konsentrasi yang rendah. Antibiotik digunakan untuk menghentikan aktivitas mikroba pada jaringan tubuh makhluk hidup sedangkan desinfektan bekerja dalam menghambat atau menghentikan pertumbuhan mikroba pada benda tak hidup, seperti meja, alat gelas, dan lain sebagainya. Pembagian kedua kelompok antimikroba tersebut tidak hanya didasarkan pada aplikasi penerapannya melainkan juga terhadap konsentrasi mikroba yang digunakan (skou, 2007).
              Bahan kimia yang umum digunakan sebagai pembersih atau sanitiser dalam industrypangan biasanya mengandung klorin sebagai bahan aktifnya. Bahan kimia yang dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroba disebut bahan pengawet (preservatif) (Paul, 2008)

B. Tujuan
            Untuk menguji aktivitas antimikroba dari bahan-bahan yang diujikan seperti betadine, dettol, ekstrak kunyit, ekstrak cengkeh, ekstrak gambir, ekstrak daun sirih, bakteriosin, ekstrak daun salam.







C. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Hasil dari praktikum ini adalah :
Tabel 1. Diameter zona bening
Zat Antimikroba
Pengamatan ke-1
Pengamatan ke-2
E. coli (cm)
S. aureus(cm)
E. coli (cm)
S. aureus (cm)
Betadine
a. Sumur : 2,4
b. Cakram : 2
a. Sumur : 2,8
b. Cakram : 0,9
a. Sumur : 1
b. Cakram :0,7
a. Sumur : 2,55
b. Cakram : 3
Detol
a. Sumur : -
b. Cakram : 0,45
a. Sumur : -
b. Cakram : 2
a. Sumur : -
b. Cakram : 0,5
a. Sumur : -
b. Cakram: 2,3
Ekstrak kunyit
a. Sumur : 1,7
b. Cakram : 0,8
a. Sumur : -
b. Cakram : 0,7
a. Sumur : 1,7
b. Cakram : 0,9
a. Sumur : -
b. Cakram : 0,8
Ekstrak cengkeh
a. Sumur : -
b. Cakram : 0,7
a. Sumur : -
b. Cakram : 0,7
a. Sumur : -
b. Cakram : 0,8
a. Sumur : -
b. Cakram : 0,7
Ekstrak gambir
a. Sumur : -
b. Cakram : 0,4
a. Sumur : -
b. Cakram : 0,2
a. Sumur : -
b. Cakram : 0,6
a. Sumur : -
b. Cakram : 0,5
Ekstrak daun sirih
a. Sumur : 0,7
b. Cakram :0
a. Sumur : 0
b. Cakram : -
a. Sumur : 0,7
b. Cakram :0,8
a. Sumur : 0,7
b. Cakram :0
Bakteriosin
a. Sumur : 1,7
b. Cakram : 0,9
a. Sumur : -
b. Cakram : 0,6
a. Sumur : 1,5
b. Cakram : 0,5
a. Sumur : -
b. Cakram : 0,4
Ekstrak daun salam
a. Sumur : 0,5
b. Cakram :0,6
a. Sumur : -
b. Cakram : 0,5
a. Sumur : 0,6
b. Cakram : 0,8
a. Sumur : -
b. Cakram : 0,6
























B. Pembahasan
            Mekanisme penghambatan mikroorganisme oleh senyawa antimikroba dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: (1) gangguan pada senyawa penyusun dinding sel, (2) peningkatan permeabilitas membran sel yang dapat menyebabkan kehilangan cairan sel, (3) menginaktivasi enzim, dan (4) destruksi atau fungsi material genetik (Anonimus, 2007).
Perlakuan aseptik ialah perlakuan yang bertujuan  terbebas dari mikroorganisme. Aseptik diimbangi dengan sterilisasi yang merupakan upaya untuk menghilangkan kontamina mikroorganisme yang menempel pada alat atau bahan yang akan dipergunakan untuk analisa selanjutnya (Jati, 2007).
Memulai dan mekngakhiri kerja dilaboratorium sangat penting dilakukannya proses sterilisasi. Alkohol 70% disemprotkan pada tangan, berfungsi untuk membunuk mikroorganisme yg tidak diinginkan agar diperoleh hasil yang akurat dari hasil praktikum. Proses pemindahan mikroba secara aseptic sangat membutuhkan ketelitian yang tinggi. Jika tidak, kesalahan dalam teknik sedikit saja akan mempengaruhi semua hasil pengamatan. Oleh karena itu, dalam melakukan pemindahan mikroba dari media yang lama, menuju media yang baru harus mengetahui teknik dan menjaga kesterilan bahan maupun alat yang digunakan (Dwijoseputro, 2003).
            Bahan antimikroba yang diujikan pada praktikum ini yaitu betadine, dettol, ekstrak kunyit, ekstrak cengkeh, ekstrak gambir, ekstrak daun sirih, bakteriosin, ekstrak daun salam. Bakteri yang digunakan sebagai percobaan yaitu E. Colli dan S. Aureus. Spreader digunakan untuk meratakan bakteri sehingga menyeluruh di dalam media. Kemudian media yang berada di dalam cawan petri dan telah berisi bakteri di belah menjadi dua bagian, untuk dijadikan tempat uji bahan antimikroba, sehingga satu cawan petri terdapat dua bahan anti mikroba. Kertas cakram yang berbentuk seperti kertas saring yang berukuran lingkatan kecil dicelupkan ke dalam bahan antimikroba, lalu dipindahkan dengan menggunakan pinset ke dalam cawan petri. Setelah di inkubasi selama 2x24 jam, akan muncul zona bening (zona antimikroba) yang berbentuk menyerupai lingkaran yang memiliki diameter, lalu diameter tersbut akan diukur. Zona bening tersebut adalah area perkembangan aktivitas bahan antimikroba terhadap bakteri yang ada di sekitarnya.
            Data hasil pengamatan menunjukkan bahwa diameter yang paling besar itu diperoleh dari zat antimikroba jenis bethadine yaitu pada pengamatan pertama pada mikroba jenis E. Colli pada metode sumur diperoleh diameter 2,4 cm dan cakram 2 cm, sedangkan pada S. Aureus metode sumur 2,8 cm dan cakram 0,9 cm. Pengamatan kedua menunjukkan pada bakteri jenis E. Colli, pada metode sumur 1 cm dan cakram 0,7 cm, sedangkan pada S. Aureus metode sumur 2,55 cm dan cakram 3 cm. Pengamatan menunjukkan terjadi penurunan aktivitas antimikroba pada hari kedua pengamatan terlebih pada bakteri jenis E. Colli, sedangkan pada bakteri jenis S. Aureus terjadi penurunan hanya pada metode sumur sedangkan pada metode cakran terjadi kenaikan aktivitas mikroba.
            Aktivitas antimikroba paling sedikit terjadi pada antimikroba gambir, pengamatan menunjukkan pada bakteri jenis E. Colli pada metode sumur tidak ada terjadi aktivitas mikroba sedangkan pada metode cakram diperoleh diameter sebesar 0,4 cm. Bakteri jenis S. Aureus pada metode sumur tidak ada sedangkan pada cakram sebesar 0,2 cm. Pengamatan kedua menunjukkan, pada bakteri jenis E. Colli metode sumur tidak ada dan cakram sebesar 0,6 cm, sedangkan pada bakteri jenis S. Aureus pada metode sumur tidak ada terjadi dan cakram diperoleh diameter bening sebesar 0,5 cm.
            Setiap metode yang digunakan untuk mengurangi aktivitas mikroba memiliki dampak yang dapat mengurangi dan meningkatkan aktivitas antimikroba. Bahkan dari setiap metode ada yang dapat membuat aktivitas antimikroba semakin meningkat dan menurun pada pengamatan selanjutnya.
















D. KESIMPULAN
1.      Perlakuan aseptik ialah perlakuan yang bertujuan  terbebas dari mikroorganisme.
2.      Antibakteri atau antimikroba adalah bahan yang dapat membunuh atau menghambat aktivitas mikroorganisme dengan bermacam-macam cara.
3.      Antimikroba yang paling efektif digunakan untuk menghilangkan banyak mikroba jenis E. Colli dan S. Aureus  yaitu jenis bethadine dan yang kurang efektif yaitu gambir.
4.      Metode yang paling baik digunakan yaitu metode cakram karena metode ini dapat meningkatkan aktivitas antimikroba.
5.      Mekanisme daya kerja antimikroba terhadap sel dapat dibedakan atas beberapa kelompok sebagai berikut diantaranya merusak dinding sel, mengganggu permeabiitas sel, merusak molekul protein dan asam nukleat, menghambat aktivitas enzim, menghambat sintesa asam nukleat.




















DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, Eddy. 2008, Pengawasan Mutu Bahan/Produk Pangan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Anonimus, 2007. Aktivitas Senyawa Antimikroba <http://repository.upi.edu/operator/upload/
s_bio_0608292_chapter 1. pdf> diakses tanggal 3 Mei 2012.
Dwidjoseputro, 2009. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta:Djambatan.  
Jati, Wijaya. 2007. Biologi Interaktif. Jakarta : Ganeca Exact.
Lutfi, Ahmad. 2007. Kimia Lingkungan. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional
Paul, Singleton. 2008. Dictionary of Microbiology And Molecular Biology Third Edition. England : John wiley & Sons Inc.
Pelczar M.J. dan Chan. 2007.  Dasar-dasar Mikrobiologi Jilid 1. Jakarta : UI Press.
Skou Torben dan Sogaard Jensen Gunnar. 2007. Microbiologi. Englang : Forfattern Og Systime.

Yuharmen, Yum Eryanti, dan Nurbalatif. 2007. Uji aktivitas antimikroba minyak atsiri dan ekstrak metanol lengkuas (Alpinia galanga) Jurusan Kimia, FMIPA. Universitas Riau.

ANGKA KECUKUPAN PROTEIN (AKP)

LAPORAN ILMU GIZI
ANGKA KECUKUPAN PROTEIN (AKP)









OLEH :
IMFRANTONI PURBA
05111003014









TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDERALAYA
2013
I.       PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang 
            Konsumsi gizi protein masyarakat Indonesia baik di pedesaan maupun perkotaan masih belum mencapai angka kecukupan gizi yang dianjurkan. Hal ini diindikasikan oleh tingkat konsumsi yang belum mencapai 100% angka kecukupan gizi dan sangat berhubungan dengan terjadinya fluktuasi tingkat konsumsi energi dan protein yang cukup tajam, terutama selama periode terjadinya krisis ekonomi dan multidimensi pada tahun 1996-1999. Belum memadainya kualitas konsumsi pangan masyarakat juga diindikasikan oleh masih rendahnya kontribusi protein hewani dalam menu makanan sehari-hari. Bahkan beras, yang merupakan pangan sumber karbohidrat utama dalam pola konsumsi pangan masyarakat Indonesia masih merupakan penyumbang protein terbesar (BPS, 2009).
            Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien. Tidak seperti bahan makronutrien lainnya (karbohidrat, lemak), protein ini berperan lebih penting dalam pembentukan biomolekul daripada sumber energi. Namun demikian apabila organisme sedang kekurangan energi, maka protein ini dapat juga di pakai sebagai sumber energi. Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh, karena zat ini disamping berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur, Protein adalah sumber asam- asam amino yang mengandung unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul protein mengandung pula posfor, belerang dan ada jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (IOM, 2005).
            Protein terdiri dari asam-asam amino. Disamping menyediakan asam amino esensial, protein juga mensuplai energi dalam keadaan energi terbatas dari karbohidrat dan lemak. Asam amino esensial meliputi Histidine, Isoleucine, Leucine, Lysine, Methionine, Cysteine, Phinilalanine, Tyrosine, Threonine, Tryptophan dan Valine. Pada umumnya empat asam amino yang sering defisit dalam makanan anak-anak adalah Lysine, Methionine+Cysteine, Threonine +Tryptophan. (FAO/WHO, 1985). Protein atau asam amino esensial berfungsi terutama sebagai katalisator, pembawa, pengerak, pengatur, ekpresi genetik, neurotransmitter, penguat struktur, penguat immunitas dan untuk pertumbuhan (WHO, 2002).


B.        Tujuan          
Tujuan praktikum ini adalah:
1.      Praktikan memahami perhitungan AKP
2.      Praktikan memahami perbedaan angka kecukupan berdasarkan jenis kelamin dan usia.
II.                TINJAUAN PUSTAKA
 Protein adalah molekul makro yang mempunyai berat molekul antara lima ribu hingga beberapa juta. Protein terdiri atas rantai-rantai asam amino, yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida. Asam amino yang terdiri atas unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen ; beberapa asam amino disamping itu mengandung unsur-unsur fosfor, besi, iodium, dan cobalt. Unsur nitrogen adalah unsur utama protein, karena terdapat di dalam semua protein akan tetapi tidak terdapat di dalam karbohidrat dan lemak. Unsur nitrogen merupakan 16% dari berat protein. Molekul protein lebih kompleks daripada karbohidrat dan lemak dalam hal berat molekul dan keanekaragaman unit-unit asam amino yang membentuknya (Khomsan A, 2000).
 Kekurangan energi protein adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG). Protein sangat penting untuk tubuh, karena membantu proses pertumbuhan. Fungsi protein antara lain sebagai zat pengatur pergerakan, pertahanan tubuh, sebagai enzim, penunjang mekanis, serta alat pengangkut . Kurang energi protein pada anak-anak dapat menghambat pertumbuhan, rentan terhadap penyakit infeksi dan mengakibatkan rendahnya tingkat kecerdasan. Penyakit akibat kurangnya energi dan protein ini dikenal dengan kuashiorkor dan marasmus (Hardinsyah, 2004).
Apabila tubuh kekurangan zat gizi, khususnya energi dan protein, pada tahap awal akan meyebabkan rasa lapar dan dalam jangka waktu tertentu berat badan akan menurun  yang disertai dengan menurunnya produktivitas kerja. Kekurangan zat gizi yang berlanjut  akan menyebabkan status gizi kurang dan gizi buruk. Apabila tidak ada  perbaikan konsumsi energi dan protein yang mencukupi, pada akhirnya tubuh akan mudah terserang penyakit infeksi yang selanjutnya dapat menyebabkan kematian (Hardinsyah, 1992). 
Protein merupakan molekul yang sangat besar, sehingga mudah sekali mengalami perubahan bentuk fisik maupun aktivitas biologis. Banyak faktor yang menyebabkan perubahan sifat alamiah protein misalnya : panas, asam, basa, pelarut organik, pH, garam, logam berat, maupun sinar radiasi radioaktif. Perubahan sifat fisik yang mudah diamati adalah terjadinya penjendalan (menjadi tidak larut) atau pemadatan (Hardinsyah, 2004).





III.             METODOLOGI PRAKTIKUM
A.    Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat, tanggal 18 Oktober 2013, pukul 10.00 WIB sampai dengan pukul 11.40 WIB di Ruang Kelas C 1207, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya.

B.     Cara Kerja
Cara kerja praktikum ini adalah:
1.      Praktikan membentuk kelompok yang terdiri dari dua orang (pria dan wanita).
2.      Masing-masing praktikan mencatat data berupa berat badan (kg), tinggi badan (m), dan usia anggota kelompoknya.
3.      Data yang didapat kemudian digunakan untuk mengitung Angka Kecukupan Protein (AKP)
4.      Data hasil perhitungan dijadikan dalam bentuk tabel secara kolektif dari kelompok-kelompok lainnnya.



















IV.             HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil
Tabel 1. Angka Kecukupan Protein Laki-laki
No
Nama
SAA
DP
BB
(kg)
Nilai AKP
(g/hari)
Standar AKP
Selisih
1
Billy Joestra
100
93
62
53,33
49,6
3,73
2
Ido Fatro Widodo
100
93
70
56,45
56
0,45
3
Achmad Faizal
100
92
55
45,37
44
1,37
4
M. Arief Rahman
100
90
59
52,44
47,2
5,24
5
Adi Kristianto
100
93
55
44,35
48,88
-4,53
6
Umar
100
90
46
37,95
36,8
1,15
7
M. Zamzami Yahya
100
90
72
60
54
6
8
Tony albensius
100
92
65
49,14
52
-2,86
9
Ediamit Malau
100
90
56
49,77
44,8
31,97
10
Antaria Marsega
100
93
58
46,77
46,4
0,37
11
Jefri Patar Sitorus Pane
100
90
57
50,66
45,6
5,06
12
Imfran Toni Purba
100
95
64
50,52
52
0,52
13
Ahmat Sarhan
100
90
52
46,18
41,6
5,58
14
Raja Sahban
100
92
60
52,17
48
4,17
15
Trisno Saputra
100
93
50
43,01
40
3,01
16
Imam Syarifuddin
99
89
48
43,44
38,4
5,04
17
Ivan Pratama
90
100
60
49,5
48
1,5
18
Doni Andrian
100
90
62
55,11
49,6
5,51
19
Sapto Hadi Putra
100
90
50
41,66
40
1,66
20
Dedi Setiawan
100
90
60
53,33
48
5,33
21
Riki Anggara
99
89
47
40
35,25
4,75









Tabel 2. Angka Kecukupan Protein Perempuan
No
Nama
SAA
DP
BB
(kg)
Nilai AKP
(g/hari)
Standar AKP
Selisih
1
Puspita Anggraini
94
86
64
59,02
51,2
7,82
2
Herleni
90
83
46
49,01
36,8
12,21
3
Dewi Sartika Ginting
90
82
49
42,49
53,11
-1062
4
Wenny Dwi Larasati
90
86
58
61,24
46,4
4,84
5
Megaria
90
85
44
46,01
35,2
10,81
6
Feni Crista A. P
90
84
50
49,60
37,5
12,1
7
Endah Kartika sari
93
83
51
52,80
40,8
12,00
8
Ochy Astri Febriani
98
89
65
59,61
52
7,61
9
Widya Jayatika
90
87
60
57,47
48
9,47
10
Desi Megawati Putri
96
88
56
53,03
44,8
8,23
11
Zahara
86
92
42
42,46
33,6
8,86
12
Meta Aryani
89
92
49
47,8
39,2
8,6
13
Septiani Areanti
91
90
41
43,82
32,8
11,02
14
Suci Kusumawati
96
84
47
46,63
37,6
9,026
15
Kandita Novita Sari
93
86
43
43,01
34,4
8,99
16
Amelia Pertiwi
96
86
48
46,51
38,4
8,11
17
Maya Prihastini
50
83
50
50,22
40
10,22
18
Rahmawati
86
96
54
52,25
43,2
9,05
19
Linda Rahmadita
93
84
58
59,39
46,4
12,99
20
Deva Destira
92
89
45
43,96
36
7,96
21
Indah Rohana Nasution
83
96
45
45,18
36
9,18
22
Deborah
83
96
48
48,19
38,4
7,39
23
Asniyanti
93
84
45
46,08
36
13,08
24
Arddeska Putry
92
82
46
48,78
36,8
11,98
25
Mona Chairunnisa
92
93
55
51,42
44
7,42
26
Ummia Sari
83
90
50
49,95
40
9,95
27
Dian Puspita
88
93
53
48,06
39,75
8,31
28
Devita Ayu
92
83
50
49,10
40
9,10
29
Lilis Sugiarti
90
84
48
44,57
36,6
5
30
Zuhara Hilda
96
84
48
44,57
36
8,57
31
Elsa Manora
94
84
52
52,69
41,6
10,4
32
Hikmah Suciati
95
85
49
45,51
36,75
8,76




B.     Pembahasan
            Protein merupakan zat gizi yang paling banyak terdapat dalam tubuh. Fungsi utama protein adalah membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh. Fungsi lain dari protein adalah menyediakan asam amino yang diperlukan untuk membentuk enzim pencernaan dan metabolisme, mengatur keseimbangan air, dan mempertahankan kenetralan asam basa tubuh. Pertumbuhan, kehamilan, dan infeksi penyakit meningkatkan kebutuhan protein seseorang.
            Hasil perhitungan niali angka kecukupan protein menunjukkan bahwa konsumsi protein yang dibutuhkan itu berbeda-beda. Konsumsi protein dipengaruhi oleh jumlah berat badan dan jenis kelamin konsumen. Skor Asam Amino pada pria rata-rata 100 sedangkan perempuan hanya berkisar 90 an, begitu juga dengan daya serap protein itu lebih tinggi pada pria yaitu berkisas 90 an dibandingkan dengan perempuan yang hanya 80 an. Skor asam amino atau Protein Digestibility Corrected Amino Acid Score (PDCAAS) merupakan sebuah metode untuk mengevaluasi kualitas protein berdasarkan kebutuhan asam amino manusia dan juga kemampuan manusia untuk mencernanya. Dengan menggunakan metode PDCAAS, peringkat kualitas protein ditentukandengan cara membandingkan profil asam amino protein dari makanan tertentu terhadap standar profil asam amino.  Nilai PDCAAS tertinggi adalah 1,0 dan nilai terendah adalah 0. Nilai PDCAAS 1,0 berarti setelah pencernaan protein, tersediaprotein per unit100 persen atau lebih dari asam amino yang diperlukan.
                Daya cerna protein atau kecernaan protein merupakan kemampuan protein
untuk dihidrolisis menjadi asam-asam amino oleh enzim pencernaan. Protein dalam bahan makanan sangat penting untuk penyusunan senyawa
biomolekul dalam proses biokimiawi dalam mengganti jaringan yang rusak. Protein disusun oleh struktur N, C, H, O, S, dan beberapa mineral seperti P, Fe, dan Cu. Molekul besar seperti protein akan mudah untuk mengalami perubahan secara fisis (penggumpalan) atau biologis dengan agen seperti asam, basa, panas, pelarut organik, garam, dan logam berat (IOM, 2005).
            Bila dua jenis protein yang memiliki jenis asam amino esensial pembatas yang berbeda dikonsumsi bersama-sama, maka kekurangan asam amino dari satu protein dapat ditutupi oleh asam amino sejenis yang berlebihan pada protein lain. Dua protein tersebut saling mendukung (complementary) sehingga mutu gizi dari campuran menjadi lebih tinggi daripada salah satu protein itu. Angka Kecukupan Protein (AKP) orang dewasa menurut hasil-hasil penelitian keseimbangan nitrogen adalah 0,75 gram/kg berat badan, berupa protein patokan tinggi yaitu protein telur (mutu cerna/ digestibility dan daya manfaat/utility telur adalah 100). Angka ini dinamakan taraf suapan terjamin. Angka kecukupan protein yang di anjurkan dalam taraf suapan terjamin menurut kelompok umur adalah sebagai berikut. Dimana Angka Kecukupan Protein untuk penduduk Indonesia berdasarkan berat badan patokan, umur, mutu protein, dan daya cerna protein (BPS, 2009).
            Kebutuhan manusia akan protein dapat diketahui dengan jumlah nitrogen yang hilang. Nitrogen yang hilang atau terbuang sekitar 54mg/kg berat badan per hari. Angka tersebut dapat dikalikan dengan 6,25 menjadi kebutuhan protein per kg berat badan per hari. Angka ini biasanya ditambahkan 30% untuk memberi peningkatan terbuangnya nitrogen. Sehingga tergantung individu, ukuran berat badan, jenis kelamin, dan umur. Hasil akhir kebutuhan protein menjadi 0,57 g/kg berat badan per hari (laki-laki dewasa) atau 0,54 g/kg berat badan per hari (wanita dewasa). Jumlah tersebut sudah cukup untuk memenuhi keperluan menjaga keseimbangan nitrogen dalam tubuh, dengan syarat protein yang dikonsumsi mempunyai mutu yang tinggi (Khomsan A., 2000).
























V. KESIMPULAN
Kesimpulan yang diperoleh pada praktikum ini adalah:
1.             Kekurangan energi protein adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG).
2.             Selain memelihara sel-sel dan jaringan tubuh fungsi lain dari protein adalah menyediakan asam amino yang diperlukan untuk membentuk enzim pencernaan dan metabolisme, mengatur keseimbangan air, dan mempertahankan kenetralan asam basa tubuh.
3.             Skor asam amino atau Protein Digestibility Corrected Amino Acid Score (PDCAAS) merupakan sebuah metode untuk mengevaluasi kualitas protein berdasarkan kebutuhan asam amino manusia dan juga kemampuan manusia untuk mencernanya.
4.             Daya cerna protein atau kecernaan protein merupakan kemampuan protein untuk dihidrolisis menjadi asam-asam amino oleh enzim pencernaan.
5.             Konsumsi protein dipengaruhi oleh ukuran berat badan, jenis kelamin, dan umur.



















DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik (BPS). Konsumsi kalori dan protein penduduk Indonesia dan provinsi 2009. Badan Pusat statistik. Jakarta.
Hardinsyah, Martianto D. (1992). Menaksir Kecukupan Energi dan Protein serta Penilaian Mutu Konsumsi Pangan. Jakarta: Wirasari.
Hardinsyah dan Tambunan, V. (2004). Kecukupan Energi, Protein, Lemak dan Serat Makanan. Dalam Angka Kecukupan Gizi dan Acuan Label Gizi. LIPI, Deptan, Bappenas, BPOM, BPS, Menristek, PERGIZI PANGAN, PERSAGI dan PDGMI. Jakarta
 [IOM] Institute of Medicine. (2005). Dietary Reference Intake for Energy, Carbohydrate, Fiber, Fat, Fatty Acids, Cholesterol, Protein, and Amino Acids. A Report of the Panel on Macronutrients, Subcommittees on Upper Reference Levels of Nutrients and Interpretation and Uses of Dietary Reference Intakes, and the Standing Committee on the Scientific Evaluation of Dietary Reference Intakes. National Academies Press, Washington, DC.
Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Bogor: Institut Pertanian Bogor
[WHO] World Health Organization. (2007). Protein And Amino Acid Requirements In Human Nutrition Report Of A Joint WHO/FAO/UNU Expert Consultation . WHO. Geneva.