Sabtu, 26 Mei 2012

laporan PTP pengolahan kopi,lahan, teh dan air minum dalam kemasan


LAPORAN PRAKTIKUM PTP
FIELD TRIP KE PAGAR ALAM




OLEH
IMFRANTONI PURBA
05111003014




JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA


I. PENDAHULUAN
I.I. LATAR BELAKANG
I.I.1. PENGOLAHAN KOPI
            Kopi merupakan bahan minuman tidak saja terkenal di Indonesia tapi juga terkenal di seluruh dunia. Hal ini disebabkan karena kopi baik yang bentuk bubuk maupun seduhannya memiliki aroma yang khas yang tidak dimiliki oleh bahan minuman lainnya. Pada mulanya orang memanfaatkan sari dari daun muda dan buah segar sebagai bahan minuman yang diseduh dengan air panas. Kegemaran minum kopi cepat meluas ke seluruh dunia setelah ditemukan cara-cara penggunaan dan pengolahan yang lebih sempurna, yaitu dengan menggunakan kopi yang sudah masak, terlebih dahulu dikeringkan dan kemudian bijinya disangrai lalu dijadikan bubuk sebagai bahan minuman.
            Bagi Bangsa Indonesia, kopi merupakan salah satu mata dagangan yang mempunyai arti yang cukup tinggi. Pada tahun 1981 menghasilkan devisa sebesar $ 347.8 juta dari ekspor kopi sebesar 210.8 ribu ton. Nilai ini terus meningkat dari tahun ke tahun. Tercatat Pada tahun 1988 sudah mampu menghasilkan devisa sebesar $ 818.4 juta dan menduduki peringkat pertama diantara komoditi ekspor sub sector perkebunan.
            Sebelum kopi dipergunakan sebagai bahan minuman, maka terlebih dahulu dilakukan proses roasting. "flavor" kopi yang dihasilkan selama proses roasting tergantung dari jenis kopi hijua yang dipergunakan, cara pengolahan biji kopi, penyangraian, penggilingan, penyimpanan dan metoda penyeduhannya. Cita rasa kopi akan ditentukan akhirnya oler cara pengolahan di pabrikpabrik. Penyangraian biji kopi akan mengubah secara kimiawi kandungan-kandungan dalam biji kopi, disertai susut bobotnya, bertambah besarnya ukuranbiji kopi dan perubahan warna bijinya. Kopi biji setelah disangrai akan mengalami perubahan kimia yang merupakan unsur cita rasa yang lezat. Pembahasan lebih lanjut dalam paper ini meliputi pengolahan kopi dilakukan dua cara yaitu pengolahan secara kering dan basah. Diversifikasi produksi kopi seperti kopi dekafein, kopi instan dan kopi bubuk.

I.I.2. PENGOLAHAN LAHAN SAWAH MENGGUNAKAN TRAKTOR TANGAN
            Setelah lebih dari dua dekade pemerintah telah mencurahkan perhatian terhadap masalah pangan dengan mengerahkan seluruh sumberdaya, baik sumberdaya alam, kapital, dan kelembagaan, akhirnya tahun 1984 Indonesia di kategorikan sebagai negara berswasembada pangan, utamanya beras. Irawan dkk (2000) mengemukakan bahwa keberhasilan swasembada beras tersebut ditentukan oleh beberapa faktor kunci yaitu (a) meningkatnya produktivitas usahatani melalui perbaikan teknologi usahatani, dan (b) tersedianya anggaran pemerintah yang cukup (berkat boom minyak) untuk membiayai berbagai proyek dan program pengembangan teknologi usahatani serta proses sosialisasi di tingkat petani, (c) pengembangan infrastruktur seperti irigasi, lembaga penyuluhan dan sebagainya.
            Namun seiring dengan perjalanan dengan waktu, kendala dalam pengembangan produksi padi semakin berat. Menurut Kasryno (1995), Rasahan (1996) dan Tabor, et.al. (1999) , kendala pengembangan produksi padi/beras antara lain: (a) Adanya konversi lahan sawah subur di Jawa dari pertanian ke non pertanian, sebagai akibat dari berkembangnya kawasan industri, perkotaan dan pembangunan prasarana ekonomi, sehingga sektor pertanian terdesak kelahan-lahan marjinal yang produktivitasnya rendah; (b) Persaingan yang semakin ketat dalam pemanfaatan sumber daya air antara sektor pertanian dengan sektor industri dan rumah tangga, disertai dengan menurunnya kualitas air akibat limbah industri dan rumah tangga, yang pada gilirannya produktivitas pertanian pun menjadi menurun; (c) Kualitas tenagakerja di sektor pertanian secara umum lebih rendah dari pada sektor industri dan jasa, sehingga tenagakerja muda cenderung lebih memilih sektor non pertanian.
            Di samping tersebut di atas, kemandegan produksi padi antara lain karena produktivitas padi secara nasional telah mengalami levelling-off yang disebabkan oleh kemandegan teknologi terutama penemuan bibit padi unggul, penurunan investasi sarana dan prasarana, seperti kredit finansial, penyuluhan pertanian, pemeliharaan dan pembangunan infrastruktur. Akibatnya, memasuki Pelita IV hingga Pelita VI, penerapan tekonologi tidak lagi memberikan lonjakan produksi yang nyata seperti dalam Pelita-Pelita sebelumnya, sekalipun luas areal penen masih
dapat diperluas masing-masing 2,1 dan 1,3 persen pada periode yang sama (Anonymous, 2000).
            Krisis ekonomi yang menimpa rakyat Indonesia telah menyebabkan perubahan mendasar pada sendi-sendi perekonomian, seperti menurunnya daya beli masyarakat di pedesaan, meningkatnya harga sarana produksi, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan investasi dan adopsi teknologi di pedesaan, terutama adopsi teknologi usahatani seperti benih, pupuk, dan pestisida. Untuk memantapkan kembali penerapan teknologi usahatani di masa kini, maka perlu ditelaah jenis teknologi usahatani mana yang perlu ditingkatkan, dan yang mana yang masih baik dilaksanakan oleh petani.

I.I.3. PENGOLAHAN AIR MINUM DALAM KEMASAN
            Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum, sesuai dengan keputusan Menteri Kesehatan No.:907/Menkes/SK/VII/2002 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum (Depkes, 2002). Slamet (1994) menyatakan, bagi manusia air minum merupakan kebutuhan utama untuk berbagai keperluan, seperti mandi, cuci, kakus dan dalam produksi pangan, mengingat bahwa berbagai penyakit dapat ditularkan melalui air saat manusia memanfaatkannya, maka untuk memutuskan penularan penyakit tersebut diperlukan sistem penyediaan air bersih maupun air minum yang baik bagi manusia.
            Penyediaan air bersih, selain kuantitasnya, kualitasnya pun harus memenuhi standar yang berlaku. Untuk itu perusahaan air minum selalu memeriksa kualitas airnya sebelum didistribusikan pada pelanggan, karena air baku belum tentu memenuhi standar, maka perlu dilakukan pengolahan agar memenuhi standar air minum. Air minum yang ideal harus jernih, tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau dan tidak mengandung kuman patogen. Air seharusnya tidak korosif, tidak meninggalkan endapan pada seluruh jaringan distribusinya. Pada hakekatnya
persyaratan ini dibuat untuk mencegah terjadinya serta meluasnya penyakit bawaan air atau water borne diseases (Slamet, 1994).

I.I.4. PENGOLAHAN TEH
            Tanaman teh termasuk genus Camellia yang memiliki sekitar 82 species, terutama tersebar di kawasan Asia Tenggara pada garis lintang 30° sebelah utara maupun selatan khatulistiwa. Selain tanaman teh (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) yang dikonsumsi sebagai minuman penyegar, genus Cammelia ini juga mencakup banyak jenis tanaman hias. Kebiasaan minum teh diduga berasal dari China yang kemudian berkembang ke Jepang dan juga Eropa. Tanaman teh berasal dari wilayah perbatasan negara-negara China selatan (Yunan), Laos Barat Laut, Muangthai Utara, Burma Timur dan India Timur Laut, yang merupakan vegetasi hutan daerah peralihan tropis dan subtropis.
            Tanaman teh pertama kali masuk ke Indonesia tahun 1684, berupa biji teh dari jepang yang dibawa oleh seorang Jerman bernama Andreas Cleyer, dan ditanam sebagai tanaman hias di Jakarta. Pada tahun 1694, seorang pendeta bernama F. Valentijn melaporkan melihat perdu teh muda berasal dari China tumbuh di Taman Istana Gubernur Jendral Champhuys di Jakarta. Pada tahun 1826 tanaman teh berhasil ditanam melengkapi Kebun Raya Bogor, dan pada tahun 1827 di Kebun Percobaan Cisurupan, Garut, Jawa Barat. Berhasilnya penanaman percobaan skala besar di Wanayasa (Purwakarta) dan di Raung (Banyuwangi) membuka jalan bagi Jacobus Isidorus Loudewijk Levian Jacobson, seorang ahli teh, menaruh landasan bagi usaha perkebunan teh di Jawa. Teh dari Jawa tercatat pertama kali diterima di Amsterdam tahun 1835. Teh jenis Assam mulai masuk ke Indonesia (Jawa) dari Sri Lanka (Ceylon) pada tahun 1877, dan ditanam oleh R.E. Kerkhoven di kebun Gambung, Jawa Barat. Dengan masuknya teh Assam tersebut ke Indonesia, secara berangsur tanaman teh China diganti dengan teh Assam, dan sejak itu pula perkebunan teh di Indonesia berkembang semakin luas. Pada tahun 1910 mulai dibangun perkebunan teh di daerah Simalungun, Sumatera Utara.
            Kata teh (Camelia sinensis) berasal dari Cina. Orang Cina daerah Amoy menyebut teh dengan tay. Nama ini kemudian menyebar ke mancanegara dengan penyebutan yang sedikit berbeda. Tanaman teh masuk ke Indonesia pada tahun 1684, berupa biji teh dari Jepang. Dewasa ini di seluruh pelosok Indonesia aneka produk teh dijumpai sehari-hari. Teh bisa diminum panas atau dingin, sebagai minuman penyegar atau obat.

I.2. TUJUAN
            Untuk mengetahui secara langsung proses-proses dari pembuatan teh, kopi, ARPA, dan pengolahan lahan sawah.























II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1. PENGOLAHAN KOPI
          Tanaman kopi termasuk dalam famili Rubiaceae dan terdiri atas banyak jenis
antara Coffea arabica, Coffea robusta dan Coffea liberica. Negara asal tanaman kopi
adalah Abessinia yang tumbuh di dataran tinggi. Tanaman kopi Robusta tumbuh baik di dataran rendah sampai ketinggian sekitar 1.000 m diatas permukaan laut, daerah-daerah dengan suhu sekitar 200C.
            Tanaman kopi arabika menghendaki daerah-daerah yang lebih tinggi sampai
ketinggian sekitar 1700 m diatas permukaan laut, daerah-daerah yang umumnya dengan suhu sekitar 10-16°C. Tanaman kopi liberika dapat tumbuh di dataran rendah.
Untuk tumbuh subur kopi diperlukan curah hujan sekitar 2.000-3.000 mm tiap tahun serta memerlukan waktu musim kering sekurang-kurangnya 1-2 bulan pada waktu berbunga dan pad a waktu pemetikan buah. Tanaman kopi mulai dapat menghasilkan setelah umur 4-5 tahun tergantung pada pemeliharaan dan iklim setempat. Tanaman kopi dapat memberi hasil tinggi mulai umur 8 tahun dan dapat berbuah baik selama 15 -18 tahun, jika pemeliharaan tanaman kopi baik, akan menghasilkan sampai umur sekitar 30 tahun.
            Buah kopi yang sudah masak pada umumnya akan bewarna kuning kemerahan sampai merah tua. Tetapi ada pula buah yang belum cukup tua tetapi telah terlihat bewana kuning kemerahan pucat yaitu kopi yang terserang hama bubuk buah kopi. Buah kopi terserang bubuk ini ada yang sampai mengering di tangkai atau luruh ke tanah. Buah kopi yang kering tersebut dipetik dan yang luruh di lahan dipungut secara terpisah dari buah yang masak dan dinamakan pungutan "lelesan". Pada akhir masa panen dikenal panen "rampasan" atau "racutan" yaitu memetik semua buah yang tertinggal di pohon sampai habis, termasuk yang masih muda.     Petikan rampasan ini dimaksudkan guna memutus siklus hidup hama bubuk
buah. Pemetlkan buah kopi dilakukan secara manual. Untuk memperoleh hasil yang bermutu tinggi, buah kopi harus dipetik setelah betul-betul matang, kopi memerlukan waktu dari kuncup bunga 8–11 bulan untuk robusta den 6 sampai 8 bulan untuk arabica. Beberapa jenis kopi seperti kopi liberika dan kopi yang ditanam di daerah basah akan menghasilkan buah sepanjang tahun sehingga pemanenan bisa dilakukan sepanjang tahun. Kopi jenis robusta dan kopi yang ditanam 'di daerah kering biasanya menghasilkan buah pada musim tertentu sehingga pemanenan juga dilakukan secara musiman. Musim panen ini biasanya terjadi mulai bulan Mei/Juni dan berakhir pada bulan Agustus/September.
            Diperkirakan hasil tanaman perkebunan, besar dapat mencapai 1000 kg per
hektar per tahun, sedangkan kopi robusta tanaman rakyat hanya mencapai 500 kg
dan kopi arabika rakyat 200 kg per hektar per tahun.

II.2. PENGOLAHAN LAHAN SAWAH MENGGUNAKAN TRAKTOR TANGAN
            Traktor tangan merupakan traktor yang hanya mempunyai sebuah poros roda (beroda dua). Traktor ini mempnyai panjang berkisar 1740-2290 mm, lebar berkisar 710-880 mm dan dayanya berkisar 6-10 HP. Sebagai daya penggerak utamanya menggunakan motor diesel silinder tunggal. Prinsip kerja traktor tangan adalah mesin pengolah tanah dengan menggunakan tenaga penggerak motor bakar yang pada umumnya motor diesel. Sebagai mesin pengolah tanah, traktor digunakan untuk menarik peralatan pengolahan tanah, seperti bajak piring, garu piring. Berfungsi pula untuk menggerakkan peralatan stasioner, seperti generator listrik, mesin pompa air, mesin penggilingan gabah.
           
II.3. PENGOLAHAN AIR MINUM DALAM KEMASAN       
             Pengawasan biasa juga disebut pengendalian, yaitu proses menyakinkan bahwa aktifitas aktual sesuai dengan aktivitas yang direncanakan. Pengawasan membantu pimpinan memonitor keefektifan perencanaan, pengorganisasian dan kepemimpinan. Bagian penting dari proses pengawasan adalah melakukan koreksi sesuai dengan yang dibutuhkan (Harsono, 2004). Salah satu pengertian lain dari pengawasan yaitu melakukan penilaian dan sekaligus koreksi terhadap setiap penampilan karyawan untuk mencapai tujuan seperti yang telah ditetapkan dalam rencana (Azwar, 1996).
            Manajemen pengawasan adalah upaya penerapan standar pelaksanaan, merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang ada, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa usaha atau kegiatan telah dilaksanakan secara baik dalam mencapai tujuan (Handoko, 1984).

II.4. PENGOLAHAN TEH
            Banyak faktor yang sangat mempengaruhi rendahnya konsumsi per kapita nasional tersebut antara lain; faktor internal konsumen seperti budaya, kelas sosial, karakteristik individu, dan faktor psikologis. Di samping itu, juga dipengaruhi oleh kinerja bauran pemasaran seperti produk, harga, saluran distribusi, dan promosi serta produk substitusi (air mineral, susu, kopi dan coklat).
            Budaya konsumen merupakan penentu keinginan dan perilaku yang paling mendasar. Budaya minum teh ditemukan di masyarakat China dan  Jepang yang menjadikan teh sebagai minuman sehat (tradisi), sedangkan di Eropa pada umumnya minum teh merupakan minuman nasional. Di Jawa Barat minum teh merupakan budaya, karena setiap restoran dan rumah makan serta warung makan menyajikan minuman teh tanpa gula sebagai minuman pengganti air putih. Walaupun, budaya minum teh telah menjadi kebiasaan masyarakat pada umumnya dan Jawa Barat khususnya, namun relatif belum diminum secara teratur.
            Dilihat dari kelas sosial, masyarakat beranggapan bahwa minum teh merupakan minuman kelas rendah, sedangkan minuman susu atau minuman lainnya dipersepsikan sebagai minuman kelas sosial tingkat menengah dan atas. Padahal di negara lain, masyarakat yang mempunyai pendapatan tinggi menganggap sebagai minuman terpenting dalam pergaulan, karena minum teh telah dianggap sebagai bagian dari life style (gaya hidup). Hal ini didukung oleh pendapat Ruslina (2003:84-85), tradisi minum teh telah berkembang di Indonesia, tetapi penghargaan terhadap teh berkualitas masih rendah, dibandingkan dengan masyarakat di Taiwan yang meyakini minum teh identik dengan kesehatan.
            Fakta ini dibuktikan dengan rata-rata konsumsi susu per kapita masyarakat Indonesia lebih tinggi yaitu 6,50 kg per tahun, dibandingkan konsumsi susu negara China 2,96 kg, Philipina 0,25 kg, Malaysia 3,82 kg, dan Thailand 2,04 kg. Selain itu, rendahnya tingkat konsumsi teh juga dipengaruhi oleh semakin gencarnya promosi dari produk saingan seperti kopi, susu, aqua dan minuman ringan lainnya. Kondisi ini didukung oleh hasil penelitian Dadang Surjadi, dkk., (2002:92-93) bahwa reaksi konsumen dalam merespons teh sesuai iklan televisi dipengaruhi oleh pendapatan keluarga, daya substitusi teh, keluarga, dan kerabat yang merupakan sumber referensi bagi konsumen.
            Berdasarkan uraian tersebut, dapat dsimpulkan bahwa pengaruh iklan yang ditayangkan melalui media televisi sangat dimungkinkan karena di Indonesia pada umumnya dan Jawa Barat khususnya, televisi bukan lagi barang mewah bahkan televisi sudah dianggap kebutuhan primer bagi sebagian besar rumah tangga. Dilihat dari karaktersitk individu, secara umum menunjukkan adanya kecenderungan bahwa minuman teh hanya khusus orang dewasa saja, padahal untuk konsumsi anak-anak dan manusia usia lanjut jauh lebih baik karena teh dapat memenuhi gizi dan kesehatan. Jumlah konsumsi teh yang dibeli, erat hubungannya dengan jumlah anggota keluarga, sehingga semakin besar jumlah anggota keluarga seharusnya jumlah yang dibelipun akan meningkat.
            Selanjutnya, faktor psikologis konsumen yang menunjukkan bahwa kecenderungan seseorang mengkonsumsi minuman teh masih terbatas pada motivasi untuk menghilangkan rasa haus (pelepas dahaga) dan relatif belum mengetahui secara luas manfaat dari teh. Hal ini sesuai dengan pendapat Nana Subarna, dkk., (2002:5) mengemukakan, bahwa persepsi konsumen dalam mengkonsumsi minuman teh tercermin dari tujuan dan anggapan konsumen bahwa produk teh merupakan minuman yang memberi manfaat kesehatan, enak, menyegarkan, pelepas dahaga, minuman murah, dan mudah didapat.
            Selain faktor di atas, kontribusi yang cukup besar dalam mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian komoditas teh dalam rumah tangga, tidak terlepas dari faktor produsen teh, terutama teh merek Sariwangi dan teh Sosro yang begitu gencar melakukan strategi bauran pemasaran dengan tujuan mempengaruhi konsumen. Strategi bauran pemasaran yang dilakukan, akan dipersepsikan oleh konsumen melalui kinerja bauran pemasaran yang terdiri dari produk, seperti kualitas yang ditawarkan (rasa, aroma, warna air seduhan), merek, dan kemasan produk dengan harga yang relatif murah dan bersaing antar produsen teh.
            Lemahnya kebijakan saluran distribusi pemasaran yang dilakukan oeh produsen teh, terlihat dari adanya beberapa merek produk yang masih sulit diperoleh di pasar, kecuali merek Sariwangi yang memiliki saluran distribusi yang sangat luas dan dengan berbagai jenis kemasan, sehingga mempermudah konsumen rumah tangga untuk membelinya. Demikian halnya, pada strategi promosi yang dilakukan produsen belum begitu gencar, kecuali produsen Sariwangi dan teh Sosro yang melakukan strategi bauran promosi secara intensif, karena produsen tersebut menyadari bahwa walaupun produk yang ditawarkan mempunyai kualitas baik, harga yang ditawarkan murah, dan mempunyai saluran distribusi yang luas, namun tidak melakukan promosi melalui media yang efektif, maka produk tersebut kemungkinan akan mengalami kegagalan pasar. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa apabila perusahaan teh mencari peluang dan potensi pemasaran lokal, seharusnya mengintensifkan promosi, seperti produk bukan teh yang begitu gencar melakukan promosi. Namun, konsekuensi yang harus ditanggung oleh perusahaan teh adalah biaya promosinya perlu ditingkatkan.
            Salah satu upaya pemerintah Provinsi Jawa Barat meningkatkan konsumsi teh per kapita nasional, yaitu melakukan kerja sama sejak tahun 2003 dengan perusahaan dan instansi terkait untuk melaksanakan festival teh secara rutin setiap tahun dengan tujuan untuk memotivasi produsen dan konsumen.
            Menurut Ruslina (2003:84-85), festival semacam ini dapat dijadikan suatu pesta tradisi seperti di negara Taiwan, karena tingkat kepedulian pemerintah terhadap industri teh sangat tinggi, sehingga setiap festival tersebut diadakan kompetisi bagi perusahaan yang mempunyai kualitas teh terbaik akan muncul sebagai juara dan diberi penghargaan oleh pemerintah.
            Selain itu, festival yang dilakukan bertujuan untuk mempromosikan kepada masyarakat pada umumnya, bahwa produk teh memiliki banyak jenis dan kualitasnya serta sangat bermanfaat bagi kesehatan, karena selama ini citra minum teh sering kali disepelekan. Menurut Maman Aristiana (1997:49), bagi orang yang mengidap penyakit darah tinggi, jantung, diabetes, ginjal, asam urat dan kegemukan, sangat dilarang untuk minum kopi atau coklat, tetapi baik untuk membiasakan minum teh.
            Mengingat peluang pasar domestik sangat potensial, dilihat dari jumlah penduduk Indonesia yang saat ini telah mencapai kurang lebih 250 juta jiwa. Jika diasumsikan ada 50 persen atau 125 juta jiwa penduduk Indonesia mengkonsumsi teh dan diperkirakan akan naik dari 350 gram menjadi 500 gram atau 0,5 kg per kapita tahun. Maka potensi penjualan lokal adalah 125 juta jiwa X 0,5 kg = 62.500.000 kg = 62.500 ton per tahun.
            Mempelajari data tersebut di atas, tampak bahwa pasar lokal cukup menjanjikan, sehingga masalah persaingan pada pasar ekspor dan kelebihan produksi yang dialami oleh perusahaan teh saat ini dapat teratasi. Namun, perusahaan perlu kerja keras dengan mengintensifkan promosi, terutama sekali informasi tentang manfaat dan pentingnya minum teh dalam lingkungan keluarga. Perusahaan perlu melakukan diversifikasi produk teh dengan kemasan yang lebih menarik. Hal ini sejalan dengan pendapat Soelaeman (2003:28), ditengah serbuan merek global di era pasar bebas, kunci sukses adalah kuasai pasar lokal taklukkan global, seperti minuman mineral merek Equil yang memiliki kemasan botol menyerupai botol minuman klasik berkesan mewah, eksklusif dan memiliki nilai estetika tinggi, citarasa tinggi serta memenuhi kualifikasi internasional. Oleh karena itu, strategi tersebut dapat ditiru oleh produsen teh, sebab minuman teh dilihat dari konsumsi internasional merupakan minuman nomor dua setelah minuman mineral (aqua).









III.METODELOGI
            Adapun waktu diadakannya kunjungan perjalanan ini (fieldtrip) adalah pada tanggal 17-19 Mei 2011, di kota Pagar Alam. Tempat yang dikunjungi antara lain :
1.        PTPN VII
Melihat langsung proses pemotongan daun teh di kebun the PTPN VII dengan menggunakan mesin potong khusus.
2.        Penggilingan kopi
Pengolahan kopi mulai dari dijemur, dipisahkan dari biji dengan kulit arinya hingga penggilingan kopi yang siap dipasarkan.
3.        Perusahaan air minum ‘ARPA’
          Melihat secara lansung sumber mata air yang digunakan dalam pembuatan air minum dalam kemasan yang diberi nama ARPA,sampai proses penyaringan hingga pengemasan air minum dalam kemasan ARPA.
4.hand traktor
3.1 Tempat dan Waktu
Tempat : Sebudang sawah di pagar alam
Waktu : 17 mei 2012
3.2 Alat dan Bahan
Alat : traktor tangan ( hand tractor )
Bahan : Bensin

3.3 Cara kerja
Traktor tangan ( hand tractor )
Cara Menghidupkan :
1.      Traktor ditempatkan pada tempat yang datar, dengan ventilasi udara yang baik.
2.      Traktor sudah diperiksa dan dalam kondisi baik, beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat dan setelah mematikan tractor,  tuas kopling utama diposisikan ‘OFF´ atau ‘rem´, sehingga traktor tidak berjalan pada saat dihidupkan.
3.      Untuk keamanan, semua tuas persneleng pada posisi netral.
4.      Buka kran bahan bakar, sehingga terjadi aliran bahan bakar ke ruang pembakaran
5.      Gas dibesarkan pada posisi ‘start´, sehingga ada aliran bahan bakar (solar) yang cukup banyak di ruang pembakaran.
6.      Tuas dekompresi ditarik dengan tangan kiri, untuk menghilangkan tekanan diruang pembakaran pada saat engkol diputar.
7.      Engkol dimasukkan ke poros engkol, lalu putar engkol searah jarum jam beberapa kali, agar oli pelumas dapat mengalir ke atas melumasi bagian-bagian traktor. Biasanya dilengkapi dengan indikator, untuk menunjukkan adanya aliran pelumas.









IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. HASIL
1.PENGOLAHAN KOPI
Pada pengolahan kopi dilakukan dengan tiga proses setelah selesai di jemur/dikeringjan secara manual yaitu
·         Penyanggraian ( pengurangan kadar air)
Yaitu dengan menggunakan mesin pada suhu 100 0C dalam waktu 1 jam
·         Penggilingan yaitu dilakukan 2 kali dengan menggunakan mesin yaitu yang pertama masih kasardan yang kedua sampai halus menjadi siap dikemas
·         Pengemasan yaitu menggunakan plastik dan alumanium foil
2.   PENGOLAHAN LAHAN SAWAH MENGGUNAKAN TRAKTOR TANGAN
       Pada pengolahan lahan sawah menggunakan traktor tangan prosedur pengolahannya dilakukan dengan sistem lurus dilakukan 2 kali pengolahan untuk membentuk lahan sawah yang benar-benar gembur/halus.
     3. PENGOLAHAN AIR MINUM DALAM KEMASAN
Air yang ditampung dari mata air langsung di pindahkan ke mesin pengemsan,mesin memasukkan air yang akan dikemas dalam kemasan ARPA lalu petugas penjaga memasukkan nya dalam kotak sehingga siap dipasarkan.
4. PENGOLAHAN TEH
      Teh hasil pemetikan langsung di antar ke pabrik untuk mengurangi respirasi daun teh lalu di olah dipabrik hingga siap pasarkan.
IV.2. PEMBAHASAN
1. PENGOLAHAN KOPI
PANEN DAN PASCA PANEN
Panen
Pemanenan buah kopi dilakukan dengan cara memetik buah yang telah masak. Penentuan kematangan buah ditandai oleh perubahan warna kulit buah. Kulit buah berwarna hijau tua ketika masih muda, berwarna kuning ketika setengah masak dan berwarna merah saat masak penuh dan menjadi kehitam-hitaman setelah masak penuh terlampaui (over ripe). Tanaman kopi tidak berbunga serentak dalam setahun, karena itu ada beberapa cara pemetikan :
1) Pemetikan pilih/selektif (petik merah) dilakukan terhadap buah masak.
2) Pemetikan setengah selektif dilakukan terhadap dompolan buah masak.
3) Pemetikan lelesan dilakukan terhadap buah kopi yang gugur karena terlambat pemetikan.
4) Pemetikan racutan/rampasan merupakan pemetikan terhadap semua buah kopi yang masih hijau, biasanya pada pemanenan akhir.
Pengolahan Biji Kopi
Pengolahan biji merah dilakukan dengan metoda pengolahan basah atau semi-basah, agar diperoleh biji kopi kering dengan tampilan yang bagus, sedangkan buah campuran hijau, kuning, merah diolah dengan cara pengolahan kering.
Hal yang harus dihindari adalah menyimpan buah kopi di dalam karung plastik atau sak selama lebih dari 12 jam, karena akan menyebabkan pra-fermentasi sehingga aroma dan citarasa biji kopi menjadi kurang baik dan berbau busuk (fermented). PEMBUBUK KOPI (Grinder)
Fungsi: Memperkecil ukuran partikel kopi sesuai dengan keinginan konsumen. Fleksibilitas dan Keunggulan: a. Mutu bubuk kopi hasil pembubukan baik; b. Keseragaman bubuk kopi baik; c. Perawatan mudah dan murah, serta mudah dioperasikan; d. Energi rendah dan efisien. Spesifikasi Teknis: a. Kapasitas: 15-60 kg kopi biji sangrai/jam; b. Tipe: Pin mill; c. Transmisi: Pulley dan sabuk karet V; Penggerak: Motor listrik 5,5 HP, 220 V, 1.440 rpm, single phase; e. Dimensi: 800 x 600 x 1.000 mm; f. Bahan konstruksi: Plat aluminium, plat besi.
Sortasi (Pemisahan)
Sortasi Buah
Sortasi buah dilakukan untuk memisahkan buah yang bagus (masak, bernas, seragam) dari buah yang tidak bagus (cacat, hitam, pecah, berlubang dan terserang
hama/penyakit). Kotoran seperti daun, ranting, tanah dan kerikil harus dibuang, karena dapat merusak mesin pengupas.
Sortasi Biji Kopi Beras
Sortasi biji kopi beras bertujuan untuk memisahkan biji kopi dari kotoran-kotoran non kopi seperti serpihan daun, kayu atau kulit kopi. Selain itu juga untuk memisahkan biji kopi berdasarkan ukuran dan cacat biji. Pemisahan berdasarkan ukuran dapat menggunakan ayakan mekanis maupun dengan manual.
Pengemasan dan Penggudangan
            Pengemasan kopi menggunakan plastik dan alumanium foil, kopi ditimbang sambil dikemas ditimbang dengan menggunakan timbangan dialog. Pengemasan dengan plastik dan alumanium foil memiliki keunggulandan kelemahan masing-masing.Sebelum dikemas kantong tempat kopi bubuk dibuka terlebih dahulu selama 1 jam untuk mengurangi panas setelah itu baru dikemas.
Kelemahan menggunakan plastik yaitu apabila suhu tempat terlalu panas dapat mempengaruhi rasa dan bau kopi.
Kelebihan plastik yaitu biaya yang dibutuhkan lebih murah dan pembungkusannya lebih mudah.
Kelemahan menggunakan alumanium foil yaitu bahan yang dibutuhkan semakin mahal.
Kelebihan menggunakan alumanium foil yaitu dapat bertahan hingga 2 tahun dan jika terkena panas yang cukup tinggi tidak akan mempengaruhi rasa dan bau kopi.

2. PENGOLAHAN LAHAN SAWAH MENGGUNAKAN TRAKTOR TANGAN
            Pengolahan lahan sawah dilakukan menggunakan trator tangan, dilakukan dari samping lahan sawah yang dibajak dengan menggunakan bajak yang berputar untuk menggemburkan tanah.Bagian dan fungsi traktor tangan.

Kerangka dan Transmisi (Penerus Tenaga) Traktor Tangan

            Kerangka berfungsi sebagai tempat kedudukan motor penggerak, transmisi dan bagian traktor lainnya. Bagian traktor dikaitkan dengan kerangka dengan menggunakan beberapa buah baut pengencang. Mengoperasikan Tarktor Roda Dua 12 Transmisi berfungsi memindahkan tenaga/putaran dari motor penggerak ke alat lain yang bergerak. Jenis transmisi yang digunakan ada beberapa macam, seperti : pully, belt, kopling, gigi persneleng, rantai dan sebagainya.

Tuas Kendali/Kontrol Traktor Tangan

            Tuas kendali adalah tuas-tuas yang digunakan untuk mengendalikan jalannya traktor. Untuk mempermudah jalannya operasional, traktor tangan ada banyak tuas kendali. Namun begitu banyaknya tuas kendali ini akan mengakibatkan traktor menjadi lebih berat, dan harganya lebih mahal. Untuk itu sekarang banyak diproduksi traktor yang hanya dilengkapi dengan beberap tuas kendali. Tujuannya agar traktor menjadi ringan, dan harganya menjadi lebih murah. Meskipun kemampuan traktor menjadi terbatas.

Tuas persneleng utama traktor tangan

            Tuas persneleng utama berfungsi untuk memindah susunan gigi pada persneleng, sehingga perbandingan kecepatan putar poros motor penggerak dan poros roda dapat diatur.Traktor tangan yang lengkap biasanya mempunyai 6 kecepatan maju dan 2 kecepatan mundur. Kecepatan ini dapat dipilih sesuai dengan jenis pekerjaan yang sedang dilaksanakan.

Tuas persneleng cepat lambat traktor tangan

            Tuas ini tidak selalu ada. Apabila tuas persneleng utama hanya terdiri dari 3 kecepatan maju dan 1 kecepatan mundur, biasanya traktor tangan dilengkapi dengan tuas persneleng cepat lambat. Fungsi perneleng ini untuk memisahkan antara pekerjaan mengolah tanah dengan pekerjaan transportasi (berjalan dan menarik trailer/gerobak). Dengan adanya tuas cepat lambat, kemungkinan salah dalam memilih posisi persneleng bisa dikurangi.

Tuas persneleng mesin rotary traktor tangan

            Tuas persneleng mesin rotary berfungsi sebagai pengatur kecepatan putar poros PTO. Biasanya ada dua macam kecepatan dan satu netral. Apabila hasil pengolahan yang diharapkan halus dan gembur, maka tempatkan posisi tuas persneleng mesin rotary pada posisi cepat. Begitu juga sebaliknya. (Kecepatan putar pisau rotary dapat juga diatur dari posisi pemasangan rantai penghubung).


3. PENGOLAHAN AIR MINUM DALAM KEMASAN
            Pada pengolahan air minum dalam kemasan air yang berada dari mata air yang tertutup oleh kaca langsung dipindahkan ke mesin penyaring untuk menyaring kotoran seperti pasir atau adanya tumbuhan lumut yang tumbuh disekitar mata air yang terikut hanyut kedalam mesin penyaring, air hasil saringan langsung dialirkan ke mesin pengemsan utuk dikemas pada setiap alat mesin pengemasan ada dua orang yang menjaga untuk memasukkan air yang sudah dikemas ke dalam kotak karton hingga airkemasan siap di pasarkan.
            Air tersebut dibuat didalam kaca agar tidak tercemar oleh udara luar atau mahluk hidup dari luar.
4. PENGOLAHAN TEH
            Pemetikan
            Pemetikan adalah pekerjaan memungut sebagian dari tunas-tunas teh beserta daunnya yang masih muda, untuk kemudian diolah menjadi produk teh kering yang merupakan komoditi perdagangan. Pemetikan harus dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan sistem petikan daun dan syarat-syarat pengolahan yang berlaku.             Pemetikan berfungsi pula sebagai usaha membentuk kondisi tanaman agar mampu berproduksi tinggi secara berkesinambungan. Ada dua macam ranting daun yang dipetik dan digunakan dalam pengolahan teh, yaitu ranting peko dan ranting burung. Jika dianalisa maka ranting peko akan menghasilkan teh hijau dengan kualitas lebih baik daripada rantai burung. Rantai peko adalah ranting yang masih kuncup, masih tergulung dan tumbuh aktif. Sedangkan ranting burung adalah ranting yang tidak memiliki kuncup dan merupakan ranting yang tidak aktif atau dorman.
Jenis Pemetikan
Pemetikan menurut waktunya ada tiga jenis, yaitu:
a. Petikan Jendangan
Petikan jendangan merupakan petikan yang dilakukan sekitar 1 bulan setelah tanaman dipangkas.
b. Petikan Biasa
Setelah 2-2,5 bulan dilakukan petikan jendangan, akan tumbuh tunas tersier dan bentuk tanaman rata. Kemudian dilakukan petikan biasa dimana giliran petik dilakukan antara 10-11 hari dan berlangsung sampai dilakukan pemangkasan berikutnya, yaitu 3 tahun.
c. Petikan Gandesan
Tanaman yang terus-menerus dipetik akan semakin menurun produksinya. Untuk mempertahankannya, dilakukan pemangkasan. Pemangkasan ini berjarak 3 tahun setelah pemangkasan pertama. Sebelum diadakan pemangkasan biasanya masih terdapat pucuk-pucuk yang masih bisa dipetik. Pemetikan pucuk-pucuk tersebut disebut pemetikan gandesan.
Pengangkutan Pucuk
Pengangkutan pucuk merupakan kegiatan mengangkut pucuk dari kebun ke pabrik. Sebelum melaksanakan proses pengolahan, pucuk teh harus dalam keadaan baik, artinya keadaannya tidak mengalami perubahan selama pemetikan sampai ke lokasi pengolahan. Hal ini sangat penting untuk mendapatkan teh yang bermutu tinggi. Oleh karena itu, proses pengangkutan memiliki peranan yang sangat penting. Hal yang dilakukan untuk mencegah kerusakan daun untuk antara lain:
a. Jangan terlalu menekan daun agar daun tidak terperas.
b. Dalam membongkar daun, jangan menggunakan barang-barang dari besi atau yang tajam agar daun tidak robek atau patah.
c. Hindari terjadinyan penyinaran terik matahari dalam waktu lama, lebih dari 3 jam.
d. Jangan menumpuk daun sebelum dilayukan dalam waktu yang lama (daun segera dilayukan)
Penerimaan Pucuk
Pucuk yang sudah sampai di pabrik harus segera diturunkan dari truk untuk menghindari kerusakan pucuk, selanjutnya pucuk akan segera ditimbang dan diangkut ke whitering through untuk dilayukan.
Proses Pengolahan
Tahapan pengolahan teh hijau yang baik dan benar terdiri dari pelayuan, penggulungan, pengeringan, dan sortasi kering. Untuk mendapatkan teh hijau yang bermutu diperlukan suatu program pengolahan yang benar dan sesuai dengan prinsip-prinsip pengolahan yang efisien.
PROSES PENGOLAHAN TEH
Untuk mendapatkan teh hijau dengan kualitas yang baik sesuai dengan standar mutu permintaan pasar, diperlukan suatu program pengolahan yang benar, terarah, dan sesuai dengan prinsip-prinsip pengolahan yang efisien dan berkesinambungan. Disamping itu, diperlukan bahan baku (pucuk) yang bermutu tinggi minimal 60% halus (muda) dan kerusakan pucuk serendah mungkin (5%). Tahapan pengolahan teh hijau terdiri dari pelayuan, penggulungan, pengeringan pertama, pengeringan kedua, sortasi kering, serta pengemasan.
a. Pelayuan
Pelayuan pada teh hijau bertujuan untuk menginaktifkan enzim polifenol oksidase dan menurunkan kandungan air dalam pucuk, agar pucuk menjadi lentur dan mudah digulung. Proses pelayuan dilakukan sampai pada tahap layu tertentu, yang sifat pelayuannya berbeda dibanding dengan cara pelayuan teh lokal. Pelayuan harus segera dilakukan setelah daun teh dipetik. Daun teh harus segera diolah dipabrik pengolahan secepat mungkin dengan transportsi yang efisien yang merupakan aspek penting dalam pengolahan teh untuk meminimalkan kerusakan. Pelayuan dilaksanakan dengan cara mengalirkan sejumlah pucuk secara berkesinambungan kedalam alat pelayuan Rotary Panner dalam keadaan panas dengan suhu pelayuan 80-100oC. selama proses pelayuan berlangsung dalam Rotary Panner, terjadi proses penguapan air baik yang terdapat di permukaan maupun yang terdapat didalam daun. Uap air yang terjadi harus secepatnya dikeluarkan dari ruang Roll Rotary Panner, untuk menghindari terhidrolisanya klorofil oleh uap asam-asam organik. Perubahan kimia yang terjadi selama pelayuan antara lain dalam proses respirasi akan terjadi penurunan gula oleh oksigen menjadi energi dan karbondioksida. Apabila gula berangsur-angsur berkurang maka akan terombak pula senyawa-senyawa lain hasil metabolisme yang terlebih dahulu menjadi gula. Suhu pelayuan harus sama (stabil) agar dapat dicapai tingkat layu yang tepat. Tingkat layu pucuk dinilai berdasarkan presentase layu, yaitu perbandingan berat pucuk layu terhadap pucuk basah yang dinyatakan dalam persen. Persentase layu teh hijau lokal adalah 60-70%, dan untuk teh hijau ekspor sekitar 60% dengan tingkat kerataan layuan yang baik. Tingkat layu yang tepat ditandai dengan keadaan pucuk layu yang berwarna hijau cerah, lemas, dan lembut, serta mengeluarkan bau yang khas. kriteria untuk menentukan tingkat kelayuan daun antara lain:
• bentuk daun lemas, agak lekat seperti daun yang dimasukkan dalam air panas.
• warna daun hijau kekuning-kuningan atau hijau muda
• air seduhan daun layu jernih dengan sedikit warna hijau atau pucat
• kadar air 65-70%.(PT. RSK I. 2008).
b. Penggulungan
Penggulungan pada pengolahan teh hijau bertujuan membentuk mutu secara fisik, karena selama penggulungan, pucuk teh akan dibentuk menjadi gulungan-gulungan kecil dan terjadi pemotongan. Proses ini harus segera dilakukan setelah pucuk layu keluar mesin Rotary Panner. Untuk membuat teh hijau mutu ekspor, penggunaan mesin penggulung yang berukuran 26” tipe single action sangat cocok untuk tujuan tersebut. Penggulungan dilakukan satu kali agar tidak terjadi penghancuran daun teh yang terlalu banyak, yang dapat meningkatkan jumlah bubuk dengan mutu yang kurang menguntungkan. Lama penggulungan disesuaikan dengan tingkat layu pucuk, ukuran, tipe mesin penggulung serta mutu pucuk yang diolah. Lama penggulungan sebaiknya tidak lebih dari 30 menit dihitung sejak pucuk layu masuk mesin penggulung(PT. RSK I. 2008).
c. Pengeringan
Pengeringan pada teh hijau bertujuan untuk menurunkan kadar air dari pucuk yang digulung hingga 3-4%, memekatkan cairan sel yang menempel di permukaan daun sampai berbentuk seperti perekat, dan memperbaiki bentuk gulungan teh jadi. Untuk mencapai tujuan tersebut, dilaksanakan dua tahap pengeringan, masing-masing menggunakan mesin yang berbeda. Mesin pengering pertama disebut ECP (Endless Chain Pressure) Dryer. Pada mesin pengering ini, suhu diatur supaya suhu masuk 130-135oC dan suhu keluar 50-55oC dengan lama pengeringan 25 menit. Pada pengeringan pertama ini, jumlah air yang diuapkan mencapai 50% dari bobot pucuk, sehingga hasilnya baru setengah kering dengan tingkat kekeringan 30-35%. Pada pengeringan tahap kedua digunakan mesin pengering Rotary Dryer tipe Repeat Rool. Maksud pengeringan kedua adalah untuk menurunkan kadar air sampai 3-4% serta memperbaiki bentuk gulung teh keringnya. Pengeringan dalam rotary dryer menggunakan suhu tidak lebih dari 70oC dengan lama pengeringan 80-90 menit, dan putaran rotary dryer 17-19 rpm. Untuk memperoleh hasil pengeringan yang baik selain ditentukan oleh suhu dan putaran mesin juga ditentukan oleh kapasitas mesin pengering. Kapasitas per batch mesin pengering ditentukan oleh diameter mesin itu. Rotary Dryer yang rollnya berdiameter 70 cm, mempunyai kapasitas pengeringan sebesar 40-50 kg teh kering, dan untuk roll yang berdiameter 100 cm kapasitasnya 60-70 kg teh kering.(PT. RSK I. 2008).
d. Sortasi Kering
Teh yang berasal dari pengeringan masih heterogen atau masih bercampur baur, baik bentuk maupun ukurannya. Selain itu teh masih mengandung debu, tangkai daun dan kotoran lain yang berpengaruh terhadap mutu teh nantinya. Untuk itu, dibutuhkan proses penyortiran atau pemisahan yang bertujuan untuk mendapatkan bentuk dan ukuran teh yang seragam sehingga cocok untuk dipasarkan dengan mutu terjamin. Sortasi kering bertujuan untuk memisahkan, memurnikan dan mengelompokkan jenis mutu teh hijau dengan bentuk ukuran yang spesifik sesuai dengan standar teh hijau. Pada prinsipnya, sortasi kering teh hijau adalah.
• memisahkan keringan teh hijau yang banyak mengandung jenis mutu ekspor,
• memisahkan partikel-partikel yang mempunyai bentuk dan ukuran yang relatif sama kedalam beberapa kelompok (grade), kemudian memisahkannya dari tulang-tulang daunnya,
• melakukan pemotongan dengan tea cutter bagian-bagian teh yang ukurannya masih lebih besar dari jenis mutu yang dikehendaki,
• setelah hasil sortasi teh hijau terkumpul menjadi beberapa jenis dilakukan polishing dengan menggunakan mesin polisher,
• hasil sortasi ini dikelompokkan kedalam jenis-jenis mutu teh hijau sesuai dengan mutu yang ada.
e. Penyimpanan dan Pengemasan
Penyimpanan dan pengemasan mutlak dilakukan mengingat teh yang baru dihasilkan belum bisa langsung di pasarkan. Selain jumlahnya masih sedikit, teh yang baru disortasi masih perlu didiamkan agar kelembaban teh bisa terkontrol. Proses ini terutama hanya untuk menjaga aroma teh yang harum. Pengemasan teh hijau dilakukan dengan bahan pembungkus kantong kertas yang didalamnya dilapisi aluminium foil. Untuk memasarkannya teh hijau biasa dikemas dalam kantong kertas atau kantong plastik dengan ukuran kemasan bervariasi. Tujuan pengemasan teh adalah:
a. Melindungi produk dari kerusakan.
b. Mepermudah transportasi.
c. Efisien dalam penyimpanan di gudang.
d. Dapat digunakan sebagai alat promosi.
Penentuan Mutu Teh Hijau
Dasar yang digunakan untuk menentukan mutu teh hijau adalah sifat luar dan sifat dalam dari teh hijau.
A. Sifat Luar
• Warna teh kering : hijau muda dan hijau kehitam-hitaman
• Ukuran : homogen dan tidak tercampur remukan
• Bentuk : tergulung, terpilin
• Aroma : wangi sampai kurang wangi, tidak apek
B. Sifat Dalam
• Seduhan : jernih, sedikit berwarna hijau atau kekuning-kuningan. Warna tetap meskipun seduhan menjadi dingin.
• Ampas : berwarna hijau
• Rasa : rasa khas teh hijau, sedikit pahit, dan lebih sepet dibanding teh hitam.

V. KESIMPULAN
            V.1 Kesimpulan yang didapat dari pembahasan ini, antara lain sebagai berikut
1.      Proses pemetikan pucuk daun teh akan berpengaruh pada mutu dan hasil teh yang        baik.
2.      Pemetikan daun teh dengan menggunakan mesin pemotong lebih mengehemat tenaga kerja.
3.      Pemetikan daun teh dengan menggunakan mesin pemotong membutuhkan waktu yang lebih lama untuk waktu pemetikan kembali apabila dibandingkan dengan metode pemetikan secara manual.
4.      Kualitas suatu kopi juga tergantung terhadap kadar air kopi tersebut. Karena akan mempengaruhi pada proses penggilingan.
5.      Tanaman teh hidup pada dataran rendah dengan ketinggian  1000 m dari permukaan laut.
6.      pengusaha kopi kesulitan dalam mendapatkan alat yang dapat megeringkan kopi dalam waktu cepat dan banyak apabila terjaadi musim hujan.
7.      Keamanan dan kesterilan sumber mata air yang digunakan dalam pembuatan air minum dalam kemasan adalah hal yang paling berpengaruh dalam pembuatan produk ini.










DAFTAR PUSTAKA
Firdaus Yustisia Sembiring: Manajemen Pengawasan Sanitasi Lingkungan Dan Kualitas Bakteriologis Pada Depot Air Minum Isi
Ulang kota Batam, 2008.
Ciptadi, W. dan Nasution, M.Z. 1985. Pengolahan Kopi. Fakultas Teknologi Institut
Pertanian Bogor.
Clarke, R. J. and Macrae, R. 1987. Coffe chemestry (Volume 1). Elsevier Applied
Science, London and New York.
Clarke, R. J. and Macrae, R. 1987. Coffe Technology (Volume 2). Elsevier Applied
Science, London and New York.
Anonymous. 2000. Pengkajian Mengenai Penerapan Intensifikasi Usahatani Padi Sawah. Pusat
Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Rasahan, C.A. 1996. Perspektif Strategi Ketenagakerjaan Pertanian Dalam Rangka Meningkatkan Produktivitas Pertanian.
Pintauro, D. N., 1977. Tea and Soluble Tea Product Manufacture. Noyes data Co. New Jersey.
Stahl, W. H., 1969. Teh Chemistry of Tea and Tea Manufacturing. Mc. Cormic and Co. inc. Baltimore. Maryland.
Pamaswamy, N.S., 1958. Teh Chemistry of Tea Manufacture. Tea Quart. 29 : 95-98.
Kirk, R. E. and P. F. Othmer, 1965. Chemistry of Tea. Encyclopedia of Chemical Technology. Vol 13 2nd. John Wiley and Sons Inc. New York.
Sutjahyo, B. Air Minum “Kebijakan Kemitraan Pemerintah dan Swasta
dalam penyediaan Air Minum Perkotaan”. Tirta Dharma, Jakarta, 2000
Purwana, Racmadi, Pedoman dan Pengawasan Hygiene Sanitasi Depot Air Minum, Depkes RI – WHO, Jakarta, 2003
Suprihatin, Sebagian Air Minum Isi Ulang Trcemar Bakteri Coliform.Tim Penelitian Laboratorium Teknologi dan Manajemen lingkungan, IPB, Kompas, 26 April 2003.
Sulistyawati, Dwi, Studi Kualitas Bakteriologi Air Minum Isi Ulang Tingkat Produsen di Kota Semarang, tidak diplubikasikan, 2003.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar